top of page

Pentingnya Memastikan Kualitas Pembelajaran Siswa di Indonesia

Jurnalis : R.A. Elisa Eka Purnamasari


Pendidikan di Indonesia saat ini menempati urutan ke 108 di dunia, di bawah negara Palestina, Samoa dan Mongolia. Sedangkan di kalangan negara Asean Indonesia menempati urutan ke 5 setelah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia dan Thailand. Ternyata walau sudah dinilai mengalami kemajuan dalam perluasan akses pendidikan, Indonesia masih memiliki kualitas pendidikan yang tergolong rendah. Menurut pemerhati pendidikan, Asep Sapa’at, anak-anak Indonesia yang bersekolah sudah mencapai 90% dan angka putus sekolah sudah lebih rendah, namun beliau meragukan apakah anak-anak Indonesia sudah benar-benar belajar. Beliau juga menyebutkan bahwa ada kompetensi guru yang perlu ditingkatkan, karena kualitas guru akan berdampak pada kualitas pembelajaran anak.


Sejalan dengan fakta diatas, wawancara kami dengan Maylinda Puspita Dewi seorang mahasiswa semester VI jurusan Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur yang pernah mengikuti program Kampus Mengajar angkatan 1, mengungkapkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat kurang. Fakta di lapangan yang didapat selama mengikuti program Kampus Mengajar di SD daerah 3T Indramayu, sekolah yang memiliki akreditasi C kebawah masih memiliki SDM yang kurang. SDM dari segi pengajar misalnya, dinilai masih kurang memenuhi kompetensi guru karena banyaknya pengajar yang baru lulus dari SMA/SMK namun sudah dipekerjakan sebagai guru di SD swasta tersebut.


Menurut Maylinda, buta aksara adalah istilah untuk orang yang belum bisa membaca dan menulis. Maylinda berpendapat bahwa di Indonesia angka buta aksara masih tinggi, hal ini disebabkan karena kurangnya semangat untuk belajar membaca dan menulis, misalnya seperti para siswa kelas 1 pada SD penempatannya. Di SD tersebut masih banyak siswa kelas 1 yang belum bisa membaca dan menulis dikarenakan tidak melalui Taman Kanak-kanak terlebih dahulu sebelum mendaftar untuk masuk SD. Di lain sisi, ada beberapa siswa yang orang tuanya juga tidak dapat membaca dan menulis (Buta Aksara) sehingga tidak dapat mengajari anaknya. Akibatnya para mahasiswa Kampus Mengajar yang ditempatkan di SD ini harus bekerja ekstra untuk mengajarkan dari awal lagi cara untuk membaca dan menulis. Padahal di era teknologi seperti sekarang ini sangat penting bagi kita untuk dapat membaca, menurut Maylinda.


Maylinda berpendapat bahwa lingkungan juga berpengaruh pada semangat anak untuk belajar membaca dan menulis. Seperti halnya anak kelas 6 yang ada di SD penempatannya, banyak yang sering absen karena mengikuti orang tua mereka untuk bekerja sebagai nelayan. Kebiasaan yang ada di lingkungan tersebut adalah mempekerjakan anak lulusan SD sebagai nelayan. Lingkungan seperti ini membuat anak menjadi enggan belajar dan berakhir dengan putus sekolah. Orang tua seharusnya lebih memahami tentang urgensi pendidikan untuk anak-anaknya. Maka dari itu ada satu program kerja yang dilakukan oleh Maylinda dan teman setimnya saat mengikuti program Kampus Mengajar yaitu mengadakan “Home Visit” untuk mengadakan sosialisasi bagi orang tua siswa mengenai pentingnya pendidikan.


Berbagi pengalaman dari Kampus Mengajar, kendala yang didapat selama mengikuti program adalah kurangnya fasilitas yang ada di SD seperti keterbatasan ruang kelas yang hanya ada tiga, kurangnya kualitas pengajar, serta dari segi ekonomi siswa yang rata-rata berasal dari keluarga menengah kebawah membuat kebanyakan dari mereka tidak memiliki gadget, sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan pembelajaran secara online. Selain itu mengajari anak SD yang belum bisa membaca dan seringkali lupa untuk menghafal huruf alfabet diperlukan kesabaran ekstra, karena mental anak SD yang sensitif dan mudah merasa malu hingga menangis. Ditambah lagi di era pandemi seperti saat ini yang seharusnya mengurangi pembelajaran tatap muka. Program kerja “Home Visit” menjadi salah satu solusi, karena selain melakukan sosialisasi terhadap orang tua murid, saat program ini berlangsung juga dilakukan pembelajaran secara berkelompok kecil di rumah-rumah siswa, sehingga mengurangi perkumpulan.


Comments


bottom of page