top of page

Perlunya Perhatian dalam Pendidikan Bagi Anak Jalanan di Surabaya

Jurnalis : Kartika Sekar Ayu Puspita Sari


Kota Pahlawan, sebutan yang sering kita dengar sebagai julukan untuk kota Surabaya. Surabaya yang juga merupakan kota terbesar ke-2 di Indonesia setelah DKI Jakarta ini rupanya hingga saat ini masih didapati anak-anak kecil dimana mereka belum bisa membaca aksara dengan baik dan benar atau biasa disebut buta aksara. Kami melakukan wawancara dengan seseorang yang berasal dari sebuah komunitas pemerhati anak jalanan yang ada di Surabaya yang bernama Sri Rahayu dari Save Street Children Surabaya (SSCS). Dari hasil wawancara, kami mendapati masih banyak anak-anak jalanan yang seharusnya mereka mendapatkan pendidikan dengan baik dan benar agar nantinya mereka bisa membaca dan menulis, justru mereka harus belajar sambil bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.


Dilansir dari Sri Rahayu masih ada beberapa anak jalanan khususnya anak-anak yang masih kecil dimana mereka kurang paham dan mengerti arti dari sebuah kata atau kalimat. Hal itu dikarenakan kurangnya waktu belajar yang menyebabkan tingkat pemahaman anak jalanan berbeda dengan anak sebayanya. Mereka diperintahkan orang tua mereka untuk berjualan setelah mereka selesai bersekolah.


Menurut Sri Rahayu, pemberian pendidikan aksara bagi anak jalanan di era dimana teknologi sangat canggih seperti sekarang ini sangat penting bagi anak jalanan, pasalnya menurut Sri Rahayu memperoleh pendidikan adalah hak anak.


Adanya kasus anak jalanan yang dimana saat itu dia merupakan siswa kelas 6 SD namun belum lancar dalam membaca aksara membuat Sri Rahayu miris, karena seharusnya orang tua harus memiliki sebuah kesadaran agar anak mereka bisa mendapatkan pendidikan yang baik, karena sebenarnya pendidikan itu sangat penting bagi masa depan mereka.


“Mereka (anak jalanan) pure jualan setelah sekolah, mereka jualan membantu orang tua. Agak miris harusnya mereka diberikan kasih sayang dan dapat bermain dengan teman sebayanya tapi mereka harus berjualan dengan adanya target, target itu harus dihabiskan pada hari itu juga. Ada beberapa dari mereka yang dikejar oleh satpol PP padahal mereka hanya berjualan” ujar Sri Rahayu.


Sri Rahayu mengungkapkan sebuah cerita yang ia dapati saat mengajar anak jalanan “Pernah ada 5 anak jalanan yang patungan untuk membeli kostum badut untuk mereka bisa mendapat uang, satu hari mereka ditangkap, kostumnya disita dan mereka tidak bisa bekerja lagi. Ada juga mereka jualan koran saat hujan, mereka memberikan plastik agar tidak kehujanan (koran) karena tuntutan ekonomi dan tidak ada pilihan lain.”


Menurut Sri Rahayu disaat pandemi seperti ini kemungkinan anak jalanan bergantian dalam penggunaan device disaat pembelajaran daring ini, beberapa dari mereka ada yang bersekolah di sekolah swasta. Menurutnya juga kemungkinan besar nasib anak jalanan ini jika tidak mendapat beasiswa dari SSCS mereka akan memilih untuk putus sekolah karena biaya dari keluarga mereka tidak tercukupi.


Comments


bottom of page